Nyepi dan Kebudayaan Luhur

 Perayaan Hari Raya Nyepi tahun ini jatuh pada Selasa, Sasih Kadasa, Tahun Baru Saka 1935 bertepatan dengan tanggal 12 Maret 2013 Masehi. Tema yang diusung Kanthi Luhuring Budi, Umat Hindu Memetri Budaya Ngudi Raharjaning Praja, yang berarti "Dengan Keluhuran Budi, Umat Hindu Melestarikan Kebudayaan Luhur Guna Pencapaian Kesejahteraan Bangsa dan Negara". Pada puncak perayaan Nyepi ini umat Hindu Indonesia khususnya di daerah "Pulau Dewata" Bali melakukan ritual Brata Penyepian yang dideskripsikan dengan empat larangan beraktivitas. Pertama, amati geni (tidak menyalakan api). Kedua, amati karya (tidak bekerja). Ketiga, amati lelungan (tidak bepergian). Keempat, amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan).

 Secara etimologis asal kata 'nyepi' berasal dari kata 'sepi' yang memiliki padanan kata sunyi, senyap, dan hening. Berdasar kata tersebut, kegiatan Nyepi dengan ritual Brata Penyepian ini menekankan pada prinsip keseimbangan. Yakni, suatu proses mengembalikan (dikembalikan) alam beserta isinya (microcosmos dan macrocosmos) ke dalam suatu keadaan titik/masa, sepi, (sunyi, hening, dan senyap). Tetapi, bukan berarti semua itu tanpa isi, rasa dan makna, ke"nihil"an atau "nol" pada tatanan sosial-kemasyarakatan yang hidup dan bernilai suci serta merupakan suatu tingkatan tertinggi dari sebuah ukuran manusia yang taat kepada ajaran suci Hindu.

 Ritual Brata Penyepian ini juga merupakan suatu kegiatan pengekangan terhadap kecenderungan hawa nafsu yang mengajak kepada keburukan (instrospeksi) dengan disertai suatu keikhlasan dan penyerahan total kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam mencapai suatu keadaan ketenangan dan kedamaian serta kesucian lahir dan batin. Manusia sebagai makhluk ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa, wajib berdoa untuk menyucikan alam beserta isinya, yakni microcosmos (alam manusia) dan macrocosmos (alam semesta).

 Umat Hindu diwajibkan untuk menjalankan upacara sembahyang keagamaan. Pertama, berupa tapa (latihan ketahanan menderita). Kedua, brata (mengekang nafsu). Ketiga, yoga (menghubungkan jiwa dengan Tuhan). Keempat, samadi (penyatuan dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa) untuk meraih kesucian lahir batin.

 Praktis saja bandar udara, tempat-tempat publik pada tutup terkecuali rumah sakit dan klinik. Objek-objek wisata di kawasan Pulau Dewata pun diistirahatkan untuk sementara waktu selama perayaan Nyepi, seperti Batubulan, Bedugul, Goa Gajah, Jimbaran, , Mangrove, Nusa Lembongan, Pura Besakih, Tampaksiring, Tanah Lot, Tanjung Benoa, Tegalalang, Ubud dan Uluwatu. Para pecalang (polisi adat) melakukan penjagaan dan pemantauan ke seluruh daerah di Bali untuk memastikan tidak ada orang yang keluar dari tempat penyepian (pura atau rumah). Bilamana ada orang yang melanggar dan tertangkap, maka akan diberi sanksi adat.

Jika kita menangkap makna yang terkandung dari pesan-pesan Nyepi di atas, dan mengaplikasikannya dalam ranah kehidupan keseharian baik individu, masyarakat, bangsa maupun negara, maka banyak sekali faedah yang didapat yang pada intinya berupa pesan perdamaian dan toleransi di antara makhluk Tuhan dengan tidak memandang suku, agama dan ras antar golongan (SARA).

 Menurut Emile Durkheim (1976), agama adalah suatu sistem kepercayaan beserta praktiknya, berkenaan dengan hal-hal yang sakral yang menyatukan pengikutnya dalam suatu komunitas moral. Agama merupakan bagian yang sangat mendalam dari kepribadian (privacy), karena agama selalu bersangkutan dengan kepekaan emosional. Agama merupakan hal yang sensitif dan sering menghambat proses integrasi sosial, terutama pada masyarakat majemuk yang memiliki bermacam-macam agama dengan doktrin yang berbeda-beda. Agama memiliki ajaran yang mengatur kehidupan bersama tanpa memandang ras, pangkat, derajat, jenis kelamin, dan unsur-unsur pembeda lainnya. Agama menganjurkan suatu kerja sama antar-pemeluk agama.

 Di tengah carut marutnya tatanan bermasyarakat dan bernegara dewasa ini, yang dulu di mancanegara bangsa Indonesia dikenal dengan keramahannya, kini telah mengalami degradasi secara drastis. Seakan-akan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang pemarah, dan tidak cinta akan kerukunan dan kedamaian, setiap pemeluk agama saling serang dan terjadi kecurigaan. Sungguh ini merupakan hal yang sangat ironis. Sejarah peradaban bangsa Indonesia mencatat di era kejayaan kerajaan Nusantara, bangsa ini telah mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang rukun. Hal ini tersurat dalam kitab Sutasoma dengan semboyan "Bhineka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa", yang bermakna meskipun berbeda-beda, namun satu jua tak ada hukum yang mendua. Ini merupakan fakta sejarah bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk serta cinta perdamaian.

 Kiranya bangsa Indonesia perlu meneladani ajaran Hindu yang berkenaan dengan kepemimpinan dan tata negara. Untuk mendalami tentang kepemimpinan dan konsep negara menurut agama Hindu ini kita bisa merujuk buku karya Oka Mahendra berjudul "Ajaran Hindu tentang Kepemimpinan, Konsep Negara, dan Wiwaha" terbitan Pustaka Manikgeni. Buku ini memaparkan betapa agungnya ajaran Hindu berkenaan dengan kepemimpinan secara luas.

 Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sebagai wadah bagi para pemuka agama Hindu Indonesia dan Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) sebagai perhimpunan keluarga besar mahasiswa Hindu Indonesia kiranya mesti menyampaikan rekomendasi melalui moment perayaan Nyepi sebagai tawaran solusi bagi permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia dengan cara melestarikan kebudayaan luhur guna pencapaian kesejahteraan bangsa dan negara.
 Selamat menunaikan Brata Penyepian dan Tahun Baru Saka 1935

Ade Sunarya  ;  
Budayawan
SUARA KARYA, 11 Maret 2013

Tidak ada komentar: