HARI Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1935 yang dirayakan umat Hindu
se-Indonesia tahun ini jatuh pada Selasa, 12 Maret 2013. Rangkaian perayaan
meliputi melasti, tawur agung, dan catur brata penyepian merupakan momen
reflektif bagi umat Hindu dalam menjaga keseimbangan alam dan diri sendiri
sehingga tercipta kehidupan yang mendamaikan jiwa.
Umat Hindu meyakini bahwa kebahagiaan
dan kedamaian dalam menjalani kehidupan di dunia dapat dicapai dengan
melaksanakan ajaran Tri Hita Karana. Ajaran itu bermakna tiga hubungan
harmonis, menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan Sang Pencipta, antara
manusia dan lingkungan/ alam semesta, serta antara manusia satu dan lainnya.
Kealpaan manusia menjaga harmonisasi
dengan alam, seperti penggundulan hutan atau menghilangkan kawasan hijau dapat
memicu terjadinya banjir atau tanah longsor. Bencana alam yang tidak kita
kehendaki itu, acap menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda tidak
sedikit.
Demikian juga bila kita abai menjaga
harmonisasi hubungan antarmanusia maka yang terjadi adalah kondisi seperti saat
ini yang disesaki oleh gejolak dalam berbagai bidang, seperti kegaduhan situasi
politik menjelang Pemilu 2014, pertengkaran dan perang opini antarpartai dan
antarpolitikus tiap saat kita saksikan lewat berbagai media massa. Juga yang
tidak kalah menyedihkan begitu banyak konflik kepentingan yang terjadi pada
masyarakat yang kemudian berujung pada kekerasan, kekerasan
antarkelompok,bahkan akhir-akhir ini begitu banyak terjadi kekerasan terhadap
anak.
Salah satu makna pelaksanaan Hari Raya
Nyepi, yakni momentum untuk introspeksi, saya kira sangat relevan bila kita kaitkan dengan
situasi kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Introspeksi dapat
dikatakan sebagai perjalanan ke dalam diri untuk mengetahui secara jernih dan jujur
semua pikiran, perkataan, dan perbuatan yang kita lakukan selama ini.
Sudahkah semua itu memenuhi berbagai
norma yang sepatutnya kita pedomani, seperti norma agama, kepatutan dan
kesantunan, serta norma hukum? Introspeksi dapat kita ibaratkan bercermin
dengan jujur dan cerdas dan upaya itu bukan perkara mudah. Pasalnya, menemukan
kekurangan, kelemahan, dan kesalahan diri, butuh sikap arif dan bijak serta
tingkat spiritual yang memadai.
Tanpa kearifan maka yang hadir malah
ketidakjujuran sebagai pembelaan diri atau berbagai alasan pembenar dan pemaaf
bagi diri sendiri. Pada akhirnya kita tidak akan pernah dapat menemukan langkah
tepat untuk memperbaiki diri, sebaliknya membiarkan untuk terus terjebak pada
kesalahan dan kekeliruan berkepanjangan.
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi mewajibkan
umat Hindu melaksanakan catur brata, yang bisa diartikan empat pantangan selama
24 jam, yakni tidak menyalakan api atau penerangan (amati geni), tidak
melakukan aktivitas kerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), dan
tidak diperkenankan bersenang-senang/ menikmati hiburan (amati lelanguan). Melaksanakan
brata penyepian ini dimaksudkan untuk memberikan ruang dan waktu yang
berkualitas utama guna melakukan perenungan dan intorspeksi diri secara baik
serta sekaligus sebagai sarana kontemplasi, refleksi dan merumuskan proyeksi
serta prioritas yang hendak diwujudkan
kedepan.
Keunggulan
Rohani
Musuh dalam diri yang acap menggoda dan
berusaha menguasai hati dan pikiran kita, sebenarnya dapat kita taklukkan atau kendalikan,
tidak saja dengan kecerdasan intelektual tetapi juga dengan meningkatkan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Musuh itu antara lain sifat
tamak, sombong, rasa ingin selalu marah, iri hati, selalu berprasangka buruk
serta mau menang sendiri.
Terkait dengan rutinitas keseharian kita
yang dipenuhi ingar-bingar keramaian, adakalanya butuh suasana sepi dan sunyi
untuk melihat seberkas cahaya terang dalam diri yang akan membasuh dan
membersihkan hati kita sehingga mampu menangkal berbagai godaan yang dapat
menjerumuskan ke jurang derita panjang. Hal ini selaras dengan ucapan Adi Sankarcarya,
filsuf besar India pada abad ke-8, yakni, sepi adalah pintu pertama menuju
keunggulan rohani.
Tentu saja Nyepi hanyalah momentum untuk
introspeksi karena sesungguhnya sebagai manusia yang dikaruniai akal budi, kita
wajib memiliki kesadaran untuk terus-menerus mencerahkan batin. Upaya itu
bertujuan supaya langkah kita pada esok hari lebih baik dibandingkan dengan
hari ini.
Memperbaiki kualitas diri, akan
meningkatkan nilai-nilai untuk saling menghargai dan menghormati dalam
kesetaraan, kebersamaan, dan keberagaman yang mendamaikan dan meningkatkan
nilai luhur lainnya. Manakala bisa
melakukan dengan baik, niscaya mengantarkan kita pada kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih damai dan lebih elok.
Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1935. Semoga damai di hati,
damai di dunia, dan damai selalu
Putu
Adhi Sutrisna ;
Pengurus
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
Provinsi
Jawa Tengah
SUARA
MERDEKA, 11 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar